Sesungguhnya Tidak Ada Yang Namanya Persoalan Yang Ada Hanya Bagaimana SIKAP Kita Terhadap Persoalan

Dalam pekerjaan rutin saya 15 tahun belakangan ini, ada sebuah pekerjaan yang membuat saya boleh disebut sebagai abdi Negara. Mengajar, walaupun hanya 1 bulan satu kali selama 6-8 jam dan hanya 1 mata kuliah, tetap saja saya harus memberikan waktu penuh terhadap lembaga tersebut.

Lembaga ini harus ada dalam setiap Negara. Karena garda terdepan pertahanan Negara ya lembaga ini. Dan terkadang banyak hal yang seram bahkan tidak di fahami orang awam, jangankan orang awam, wakil rakyat yang namanya DPR saja banyak yang faham akan keberadaan lembaga ini.

Apa lagi mereka yang kemasukan doktrin barat yang liberal dan seakan demokratis. Memandang lembaga ini menakutkan dan bisa melanggar HAM. Jadi lebih baik di lemahkan.

HAM versi mana nih? Ayo kita diskusi para sahabat yang mendukung HAM versi mana. Orang membunuh seperti teroris , membunuh ratusan orang. Di hukum mati, boleh? Lalu atas nama HAM jadi di hukum seumur hidup..heh! kalian tahu ngak berapa biaya ongkos ngurusin orang pembunuh begitu?..murah? ya ngak lah..mahal !

Amrozi, imam samudra dan lain sebagainya, waktu sebelum di eksekusi ...ngurusi dia saja Negara buang uang 6 milyar!!!

Lalu ada yang memuja HAM ala Amerika, dan banyak lagi akademisi atau kaum humanis ala barat minta Indonesia menegakkan HAM ala barat. Barat yang mana boss?

Amerika gitu? Ini fakta, di penjara Guantanamo banyak orang di tahan tanpa di sidang! Tahunan malah di tahannya. Atas nama “patriot act”, bisa dilakukan. HAM seperti itu?

Di Amerika NSA, NSC bisa melakukan banyak hal yang jauh lebih kejam dari HAM manapun, menahan, menangkap, merekam, menginterogasi, dan bisa tanpa “court approve”. Terus dimana HAM nya? Malah Indonesia saat ini lembek banget. Terlalu lemah terhadap kejahatan kelas kakap atau ekstraordinary crime tapi hebatnya lagi di Indonesia bisa mengkriminalkan apapun.

Kalau sahabat bagian dari “justice fighter” dan “defence army” anda sering harus mengelus dada. Kalau anda pejuang keadilan dan pejuang keamanan, anda akan sulit karena system kita (yang katanya Negara hukum ini), sering di bolak balik hukum yang berdasar undang-undang itu.

Agar sebuah tindakan sah secara hukum, maka undang-undangnya yang di sesuaikan dengan maunya sekelompokan orang, atau bahkan untuk kepentingan bangsa lain. Lewat DPR wakil rakyat (tentu lewat sana) dan selama ada fulus, lancar semua. Itu mental wakil rakyat yang dominan khan pada saat ini?..yang mementingkan dirinya dan kelompoknya.

Mau bukti partai banyak yang mementingkan kelompoknya dan dirinya? Berapa kali saya ikut rapat partai. Dalam diskusi mana sih ada yang mementing kan rakyat, yang mendiskusikan sesuatu yang buat rakta? Yang ada rebutan kekuasaan. Misal Golkar nih yang terbaru mau munaslub, yang ARB akan lengser. Calon yang mengkristal ada 2. Satu setya novatno satu lagi ade komarudin.

Dalam hati semua orang akan berkata, ini partai punya segelitir orang ya? Ini partai mau kemana nantinya? Saran saya, ambil orang ketiga. Yang ngak pakai “money politik”. Pasang saja satu orang sebagi kuda hitam. Nanti pada munaslub, mata rakyat Indonesia melihat partai ini pro rakyat atau pro segelitir elit. Nanti lah terjawab.

Kembali ke diskusi awal tentang lembaga yang tersingkirkan yang di marginalkan tadi, banyak motto , credo di sana yang salah satunya ada di benak pasukan terbaik itu adalah kalimat ini :“Bukan berapa banyak musuh yang kami bunuh namun berapa manusia terselamatkan”.

Kalimat ini sangat provokatif terutama bagi manusia humanis dan liberal. Namun bagi seorang manusia dalam pasukan khusus. Cara pandangnya berbeda 180 derajat dari kaum liberal humanis. Seperti dalam motto diatas barusan.

Banyak yang tidak suka dengan doktrin perang, doktrin survival yang ada kata “membunuh”. Membunuh sesama mahluk Tuhan!. Kejam ya? Ya benar…

Ok, saya beri sebuah fakta. Kalau anda pemimpin 1,2 milyar penduduk. Bangsa anda. Anda ingin bangsa yang anda pimpin 100 tahun lagi, 500 tahun lagi Negara anda “ada” dan bangsa anda “utuh”. Benar? (baca bangsa China)
Kalau anda pemimpin sebuah bangsa yang saat ini ber jumlah 400 an juta saat ini dan 200 tahun lagi ada 1 milyar penduduknya, anda ingin bangsa anda tetap besar dan survive, betul? (baca bangsa amerika)
Sejarah mencatat, sejak ratusan tahun bangsa eropa menaklukan dunia baru tujuannya untuk “survive” kelangsungan hidup bangsanya.

Jadi sekarang, ini semua ada sebuah tindakan yang mengatas namakan demi “survival of a nation”. Demi mempertahankan kehidupan Negara dan bangsa.

Jadi coba lihat fakta saat ini, 80% peperangan konflik ada di daerah…? Ada di daerah penghasil minyak bumi!!! Benar?!

Apakah itu tidak di “design”. Apa jadi sendiri gitu? Ayolah kita sudah pada dewasa semua. Pasti di design lah. Oleh..? oleh Negara yang 100 tahun kedepan ingin bisa menghidupkan bangsanya dan ingin terus berkuasa. Di ciptakan perang di sebuah negara dan minyaknya di sedot habis!

Lalu kalau 30-50 tahun ke depan dimana “fossil oil” minyak bumi berkurang atau habis maka untuk menghidupi bangsanya, sebuah bangsa maka dunia berubah porosnya. Bergantung pada energy terbarukan seperti kelapa Sawit, jagung, singkong buat molase, jarak, sukun, dan banyak lagi akan bergantung pada Negara tropical yang subur yang negaranya tidak perlu pupuk karena banyak “ring of fire” gunung berapi yang selalu memuntahkan pupuk organic ke alam sekitar.

Maka mata mereka memicing meruncing menatap tajam kearah Negara-negara ini. Negara siapa saja kita semua tahu pastinya. Bagaimana cara menaklukan sebuah Negara tersebut? Pakai “perang asimetric” kah? Ngak perlu…

Pakai “proxy war” saja dulu,pinjem tangan orang saja dulu. adu domba saja dulu, pakai media atau di kenal dengan media warfare, pakai budaya atau dikenal dengan nama cultural warfare, pakai keuangan atau currency warfare, pakai biological warfare (penyakit) , dan banyak lagi yang sudah dan akan dilakukan.

Contoh, 1 tahun lalu saja, ada kah yang mendengar istilah wahabi, syiah, sunni di provokasi secara massif? Rasanya dulu ngak terdengar Sekarang ada, karena ada “sponsornya”. Ini ini “state sponsor” loh. Di sponsori sebuah Negara!. Apakah saya bicara saat ini tanpa bukti? Mau bukti..lengkap kok di meja kerja saya. dan..ini bukan rahasia Negara, banyak yang tahu juga kok. Dan bangsa indoensia kemakan habis!! Percaya!!..dan mulai saling serang.

Lalu bagaimana bisa membuat bangsa Indonesia tetap kompak dan bagaimana membuat Negara Indonesia utuh kedepannya?

Sebelum menjawab lebih lanjut, saya bertanya lagi, mana lembaga yang sah di Negara ini yang bisa “meniadakan ancaman”?

Lembaga mana yang bisa melakukan “eradicate” pemusnahan terhadap musuh Negara? Lembaga mana yang selama ini belum bekerja maksimal karena di gembosi yang bisa membuat Negara Indonesia “free from danger”?.

Lembaga mana yang setiap individunya memiliki kemampuan memandang dari “cakra nasionalisme NKRI, UUD45 (sebelum di amandemen), Bhineka tunggal ika dan pancasila”? siapa yang bisa melakukan “to combat treat” terhadap ancaman ideologi, ancaman politik, ancaman ekonomi, ancaman social, ancaman budaya , ancaman pertahanan dll?

Lembaga mana yang bisa mengantisipasi tindakan berdasar laporan “bukan pro yustisia” karena memang belum ada dua bukti?

Siapa yang men-difinisikan” nation treat” di Negara kita? Siapa yang menentukan “nation interest di hulunya”? lembaga mana yang bisa bergerak berdasarkan state security versus human security? Mana yang harus di dahulukan oleh lembaga tersebut? Lembaga mana yang bisa meniadakan ancaman yang belum nyata?

Legitimate defence adalah hak hidup sebuah Negara. Dimana dalam undang-undang dasar kita menyatakan, “Negara melindungi segenap bangsa”. Jadi siapa yang menentukan “tactical survival” memenangkan pertempuran dan siapa yang melakukan “strategical survival “ memenangkan perang?

Sahabat bisa menjawab pertanyaan diatas maka selesai sudah urusan bangsa ini . Dan, ke depan pimpnian Negara tertinggi pak presiden sebaiknya menjalankan “balance strategical power” keseimbangan kekuatan strategis di setiap alat Negara. Negara kita pasti keluar dari ancaman, Negara gagal (fail state), negara paria (melemah), pasti menjadi Negara berbangsa yang bermartabat dan berdaulat.

Artikel Terkait

Sesungguhnya Tidak Ada Yang Namanya Persoalan Yang Ada Hanya Bagaimana SIKAP Kita Terhadap Persoalan
4/ 5
Oleh

Berlangganan

Suka dengan artikel di atas? Silakan berlangganan gratis via email