Terbayang 3 bulan yang lalu. Sebagai seorang perantauan, maka kehadiran di sebuah Negara besar adhidaya seperti amerika adalah hal yang sangat mengagetkan. Mungkin ini yang di sebut gegar budaya barangkali ya. Dari sejak awal perjalanan yaitu mengudara selama 24 jam didalam pesawat terbang dimana ini adalah perjalanan terpanjang dan pertama kalinya bagi saya kesebuah negeri tak dikenal.
Kemampuan bahasa yang ala kadarnya, ilmu yang sedikit, pengetahuan tidak ada sama sekali hingga akhirnya saya berdiri depan petugas imigrasi dibandara SFX san fransisco
Are you student? Dia berkata pelan
Yes sir, saya menjawab
Do you have your I 20?
Do you have your I 20?
Waduh, apa ya itu kata saya dalam hati. Kayaknya saya di ingatkan bahwa visa student yang namanya I 20 harus di lampirkan bersama passport. Saya lupa taruh dimana
Wait a minute sir, I forget ..kata saya dengan bahasa inggris terbata-bata.
Wajah nya berubah dari tadi yang tak ber ekspresi sekarang agak sebel. Keningnya berkerut. Dan dia berdiri lalu berkata
Don’t do this to me kids, I work double shift, this is already late, almost 12 o clock night, my second shift supportedly finish 1 hours ago and due to late your flight I am still working.
Do it fast, search yours stuff, I have family to take care off you know . waduh saya jadi grogi. Baru mendarat sudah mendapat gerutuan petugas imigrasi yang berwajah setengah tua dan berbadan gemuk.Keringat keluar dari tubuh saya yang memberikan aroma tidak enak. Petugas itu curhat betapa dia cape kerja dua shift dan masih tambah lembur gara-gara pesawat terakhir mendarat yang kebetulan pesawat saya terlambat 1 jam dari skedul.
Sorry sir, hanya itu yang bisa keluar dari mulut saya
You’re right! Katanya menghardik sambil membanting pantatnya kembali di bangku kerjanya.
Saya ingin cepat jadi back pack saya saya keluarkan semuanya, tergeletak di lantai, suara kemerincing coin, klontang! suara piring kenangan dari adik semata wayang, buku, baju, celana jeans, semua saya keluarkan di lantai sambil mata mencari dimana selembar I 20 visa student itu.
Petugas imigrasi tersebut berdiri dari bangkunya dan melonggok saya dari mejanya yang seperti mimbar panjang…ahh come on, what the hell are you doing?!. Its make a mess and people waiting in line..katanya sambil menunjuk beberapa orang mengantri di belakang saya. itu membuat saya makin panic.
Beberapa saat kemudian di bawah tatapan banyak mata orang yang tidak nyaman : Oh here you are sir..saya menyodorkan kertas tipis yang tertulis I 20. Dia ambil dengan kasar lalu menatap tajam dan mengetik sesuatu.
Saya dengan tergopoh-gopoh merapihkan secepatnya barang yang tergeletak di lantai tersebut. Ketika wajah saya menyembul di depan counter imigrasi tersebut passport saya dan lepitan I 20 sudah di tanganya. Dia memberikan passport tersebut sambil berkata, welcome to amerika kids, and you are very stinky Asian. Don’t have water in your country?
Waduh, ngeledek nih orang, menganggap di Indonesia kekurangan air sehingga saya ngak mandi ya! Saya ambil passport tersebut sambil mencium aroma di ketek saya, dan benar, ketek saya bau sekali. Tidak heran tadi dipesawat sepasang kakek nenek pindah bangkunya dari sebelah saya. karena saya bau. Untuk pesawat kosong sehingga bisa pindah. Kalau tidak penerbangan sekian jam membuatnya kebauan. Tadi dipesawat kok saya ngak kecium ya. Kalau sekarang wuiih,, asem!
Sambutan baru mendarat sudah bertemu dengan tekanan. Hujatan, dan ledekan. Dasar amerika belagu apa saya memang aneh?!!
Saya melangkah berjalan keluar sejalan dengan tanda exit mengarah. keluar dari SFX di bandara internasional san fransisco, tengah malam yang dingin di bulan mei menyambut saya dengan kaku. Saya tidak tau siapa-siapa. Saya tahu hanya tujuan kota kecil 30 miles dari kota besar San Fransisco bernama Artherton dimana kampus kecil bernama Menlo college berada.
Di genggaman saya ada tulisan secarik kertas nama kakak dari sahabat saya yang juga ber sekolah di San Fransisco yang mungkin bisa membantu saya bermalam barang sehari. Namun saya tidak tahu bagaimana cara menghubunginya. Keluar dari bandara, sepi. Saya tidak melihat hiruk pikuk traveler karena bisa dikatakan pesawat saya adalah last flight.
Saya sendirian berjalan gontai sambil celingukan membawa koper kecil. Isi baju hanya buat 3 hari. Dokumen administrasi. Dan sedikit dollar. Dan saya tidak tahu harus melakukan apa saat itu keluarnya dari bandara SFX.
Sebenarnya saya hampir menangis. Saya bingung, bisa dibayangkan saya saat itu hanya berusia 18 tahun lewat sedikit. Dari kampung, yang pindah kampung satu ke kampung lain, dari kota kecil masopati madiun, ke pujon batu malang, ke pendopo Palembang, ke gunung bakaran Balikpapan lalu ada di San Fransisco dimalam dingin kala itu.
Saya celingukan, tidak tau mau Tanya siapa. Petugas bandara tidak ada, polisi? ..saya malah tidak berani bertanya. Saya diam di ujung penantian tempat taxi yang juga telah sepi. Masih celingukan hingga ada 2 orang yang mendekati saya. saya agak sedikit takut, namun suara yang baritone menyapa berat membuat saya tenang, karena saya mengenal bahasanya. Bahasa Indonesia. Hei,,kamu wowiek ya! Demikian suara itu memanggil saya.
Saya menengok lalu 2 orang tersebut menyodori tangannya menjabat. Saya dino dan ini edy, sorry gw telat soalnya adik gw baru telpnya tadi sore kalo loe mau datang dan minta tolong jemputin.
Oalah..rasanya sulit dibayangkan. Saya terharu, senang, bersyukur, bingung semua tumplek blek jadi satu. Mata saya berkaca-kaca, sampai mas dino menenayakannya, Kenapa loe? Kok nangis..
Iya, saya takut mas. Maaf saya tadi bingung dan begitu mas datang, bener deh ini kayak bara disiram air dingin. Sangat melegakan dan sulit saya gantikan dengan apapun mudah-mudahan kata-kata terima kasih bisa mewakili..
Ah, biasa aja wiek, disini kita perantauan. Saling bantu sebisanya. Nanti juga sampai pada giliran loe. Just do your part. Demikian mas dino menjelaskan sambil jalan ke mobilnya. Mobil kecil merek VW keluaran beberapa tahun yang lalu. Namun terlihat gagah. Saya cukup kagum dengan mas dino ini. Yaitu kerendah hatiannya. Dia ngak kenal saya. dia di telp adiknya yang merupakan sahabat saya dan ternyata di laksanakan. Terima kasih brur.
Perjalanan singkat saya tidak terlalu memperhatikan jalan hingga tiba di sebuah apartemen yang tidak terlalu bagus dan kamipun berjalan ke basement di bawah. Wiek, kita ngak cukup uang, makanya kita tinggal bertiga di basement jorok ini. Gw, edy sama arman. Loe manfaatin ruang seadaanya ya. Sambil menunjuk ke sofa di dekat pintu dan benar ruang di basement tersebut kecil sekali.
Ada satu teman baru yang berada di rumah itu yang pendiam, arman. Dia hanya menunjukan ruang kamar mandi sambil berkata singkat, badan loe sudah 2 hari ngak mandi, sebaiknya loe mandi gih sana. Badan loe bau!
Saya pun segera merapihkan koper, membuka dan mengambil baju ganti. Saya pun mandi. Air hangat yang menyiram tubuh saya membuat badan saya menjadi segar, dan salah satu kebiasaan saya selagi mandi adalah..saya bernyanyi dengan suara fales dan cempleng lagu apa saja dan biasanya lagu-lagu tempo dulu. Waktu itu saya ingat sekali karena di kamar mandi tersebut saya menyanyikan lagu “senandung rindu” sambil mandi shower ..
ku nyanyikan lagu untukmu
lagu senandung rindu
lagu kenangan masa lalu
waktu kau masih disamping ku
lagu senandung rindu
lagu kenangan masa lalu
waktu kau masih disamping ku
bagi yang ingat lagu tersebut, nada suara lagu tersebut oktafnya makin lama makin naik not not nya perlahan. Bisa di bayangkan saya yang bersuara fales serta cempreng seperti kaleng rombeng nyanyi full trotle gigi 5 gas pol. Menyanyikan kelanjutan bait lagu tersebut dengan nada meninggi..
LAGU INI LAGU KENANGAN YANG TAK..tiba-tiba terdengar suara di luar yang jauh lebih keras dari saya…SHUT THE F**K UP !!! hey man it’s 2 o clock in the morning, I need to sleep..YOU MORON!, agaknya tetangga atas rumah meledak emposinya mendengar suara nyanyi saya.
Saya pun terdiam kaget suasana langsung sunyi. Saya takut dan gundah, saya percepat mandi dan keluar dengan handuk.
Si mas Dino dengan nada suara di tahan berbicara menegur saya, eh..loe baru datang sebentar sudah bikin masalah. Wah bener-bener deh loe?! # The Saga Continue
Cerita Pagi Mardigu Wowiek (IV)
4/
5
Oleh
Mardigu Wowiek Prasantyo